Diceritakan oleh Anas, salah satu sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , bahwa ada seorang wanita Yahudi datang kepada Rasulullah dengan membawa seekor kambing (bakar) yang telah diracuni. Kemudian beliau memakan sebagian darinya. Lalu Rasulullah mengutus seseorang untuk memanggil wanita (yang memberi kambing) itu dan wanita itu pun datang. Rasulullah segera bertanya kepadanya tentang hal itu.
Wanita itu menjawab, “Saya ingin membunuhmu.”
Para sahabat berkata, “Perlukah kita membunuh wanita ini?”
“Jangan!” jawab Rasulullah.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya melihat bekas racun itu senantiasa berada di langit-langit mulut Rasulullah”
(Hadist Riwayat Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan lainnya)
Hadist tersebut menceritakan kejadian setelah Rasulullah mengalahkan yahudi di Madinah pada Perang Khaibar. Wanita yahudi tersebut sangat memusuhi Rasulullah. Ia yakin bahwa dengan meracuni hidangan untuk Rasulullah maka ia akan sukses membalas kekalahan yang dialami oleh Kaum Yahudi.
Saat ditanya alasannya meracuni daging kambing tersebut, ia tidak membantah bahwa ia ingin meracuni Rasulullah dan menjawab, “ Saya pikir jika engkau memang benar seorang nabi, maka racun tersebut tidak akan berbahaya untukmu. Namun apabila engkau seorang raja, maka engkau memang pantas untuk dibunuh”.
Dibanyak negara, jika ada seseorang yang tertangkap berusaha membunuh pemimpinnya maka akan ditanggapi secara serius dan akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Namun, reaksi Rasulullah saat mendengar alasan wanita itu justru melarang para sahabat untuk membunuh wanita tersebut.
Walaupun wanita tersebut tidak dihukum mati karena telah meracuni makanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, banyak hadist yang mengatakan bahwa ia dikenakan hukum mati karena daging kambing beracun itu sebelum dimakan oleh Rasulullah, dimakan oleh salah satu sahabat nabi, Bishr Ibn Al-Baraa, hingga akhirnya ia wafat. Tindakan ini diambil karena dalam islam pembunuhan tidak dapat ditoleransi. Walaupun Rasulullah akan selalu memaafkan segala perlakuan buruk terhadap dirinya, beliau tetap tidak akan melanggar hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Kisah di atas menunjukan sikap pemaaf Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang patut kita contoh. Begitu juga dengan sikap beliau yang selalu memastikan untuk memilih tindakan yang benar di berbagai situasi. Sebagian orang berpikir bahwa sikap – sikap Rasulullah dalam menghadapi berbagai keadaan hanya dapat diaplikasikan pada urusan agama. Namun, dalam islam tidak ada perbedaan antara urusan agama dan ‘dunia’. Semua hal dalam kehidupan seorang muslim harus mengikuti tuntunan agama. Karena itu, sikap – sikap rasulullah dalam menghadapi berbagai situasi dapat menjadi panutan dalam segala aspek kehidupan.
Sumber : islamstory
“Jangan!” jawab Rasulullah.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya melihat bekas racun itu senantiasa berada di langit-langit mulut Rasulullah”
(Hadist Riwayat Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan lainnya)
Hadist tersebut menceritakan kejadian setelah Rasulullah mengalahkan yahudi di Madinah pada Perang Khaibar. Wanita yahudi tersebut sangat memusuhi Rasulullah. Ia yakin bahwa dengan meracuni hidangan untuk Rasulullah maka ia akan sukses membalas kekalahan yang dialami oleh Kaum Yahudi.
Saat ditanya alasannya meracuni daging kambing tersebut, ia tidak membantah bahwa ia ingin meracuni Rasulullah dan menjawab, “ Saya pikir jika engkau memang benar seorang nabi, maka racun tersebut tidak akan berbahaya untukmu. Namun apabila engkau seorang raja, maka engkau memang pantas untuk dibunuh”.
Dibanyak negara, jika ada seseorang yang tertangkap berusaha membunuh pemimpinnya maka akan ditanggapi secara serius dan akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Namun, reaksi Rasulullah saat mendengar alasan wanita itu justru melarang para sahabat untuk membunuh wanita tersebut.
Walaupun wanita tersebut tidak dihukum mati karena telah meracuni makanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, banyak hadist yang mengatakan bahwa ia dikenakan hukum mati karena daging kambing beracun itu sebelum dimakan oleh Rasulullah, dimakan oleh salah satu sahabat nabi, Bishr Ibn Al-Baraa, hingga akhirnya ia wafat. Tindakan ini diambil karena dalam islam pembunuhan tidak dapat ditoleransi. Walaupun Rasulullah akan selalu memaafkan segala perlakuan buruk terhadap dirinya, beliau tetap tidak akan melanggar hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Kisah di atas menunjukan sikap pemaaf Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang patut kita contoh. Begitu juga dengan sikap beliau yang selalu memastikan untuk memilih tindakan yang benar di berbagai situasi. Sebagian orang berpikir bahwa sikap – sikap Rasulullah dalam menghadapi berbagai keadaan hanya dapat diaplikasikan pada urusan agama. Namun, dalam islam tidak ada perbedaan antara urusan agama dan ‘dunia’. Semua hal dalam kehidupan seorang muslim harus mengikuti tuntunan agama. Karena itu, sikap – sikap rasulullah dalam menghadapi berbagai situasi dapat menjadi panutan dalam segala aspek kehidupan.
Sumber : islamstory