Aksi reuni alumni 212 tahun ini kembali akan digelar di Monumen Nasional (Monas) Minggu, (2/2/2018).
Kegiatan itupun juga sudah mendapat lampu hijau dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pun demikian dengan pihak kepolisian yang juga ikut menyetujui penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Juru Bicara Alumni 212 Novel Bamukmin menyatakan, bahwa permintaan izin untuk menggelar acara telah dikantonginya.
Sehingga, pihaknya kini akan lebih fokus kepada teknis dari acara bersejarah tersebut.
Dalam kegiatan tersebut, Novel menyebut akan menggelar parade bendera tauhid.
Jumlahnya tak main-main. Yakni mencapai 1 juta bendera tauhi.
“Insya Allah ada parade bendera tauhid nanti, ada 1 juta bendera tauhid warna warni akan kami kibarkan,” tutur Novel, Senin (26/11/2018).
Novel menyatakan bahwa massa yang akan menghadiri acara tersebut diharapkan dapat membawa bendera tauhid.
Walaupun sukarela, diharapkan warga dapat mengibarkan sejuta bendera dengan sukses.
“Kami akan mengimbau kepada masyarakat secara rela membuat bendera sebanyak-banyaknya,” katanya lagi.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan mengibarkan bendera dengan kalimat tauhid itu dalam ukuran raksasa.
“Bendera raksasa kalimat tauhid juga kami kibarkan dan kami akan juga membuat rentetan bendera terpanjang,” terang Novel.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Asiantoro menyatakan, bahwa Pemprov DKI tidak masalah penyelenggaraan akan di Monas.
Namun jika pada waktu tersebut tidak ada jadwal kegiatan.
“Kemarin sudah rapat tim. Monas prinsipnya kalau tanggal kosong (acara), bisa digunakan,” kata Asiantoro saat dikonfirmasi, Senin (26/11).
Akan tetapi, tak semua kalangan setuju dengan gerakan tersebut dan menolak keras aksi yang awalnya bertujuan untuk memenjarakan Ahok yang dianggap penista Islam itu.
Sejumlah penolakan dari masyarakat pun bermunculan. Alasannya, kegiatan itu sudah menjadi alat untuk kepentingan politik tertentu.
Seperti Gerakan Jaga Indonesia yang keras menyatakan penolakan atas aksi reuni alumni 212 itu.
Demikian disampaikan, Ketau Umum Gerakan Jaga Indonesia Budi Djorot di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (26/11/2018).
Menurut Djorot, penolakan itu akan dimulai dengan pemasangan 1000 spanduk di Jakarta.
“Kita sudah mulai pasang spanduk penolakan itu,” bebernya.
Sayangnya, lanjut dia, ada pihak-pihak tertentu yang tak menghendaki pihaknya memasang spanduk penolakan tersebut.
“Ada yang ilang. Kadang ada yang nyabut. Makanya kita lapor ke polisi prihal pencabutan (spanduk penolakan),” jelas Djarot.
Selain sarat dengan muatan politik, kata Djarot, agenda aksi 212 juga ditengarai ditunggangi ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ormas yang bertentangan dengan NKRI dan Pancasila itu, disebutnya masih berusaha terus mendakwahkan ideologi khilafah.
“Ini gerakan ideologi khilafah yang masif. Ribuan peserta aksi dari berbagai penjuru telah masuk ke Jakarta,” katanya.
Djarot juga menyebut, massa aksi juga telah terang-terangan melakukan parade pengibaran bendera tauhid.
Karena itu, lanjut Djarot, pihaknya mendesak kepolisian agar besikap tegas menggagalkan aksi Reuni 212 tersebut.
“Hari ini kita datangi polda untuk mendesak kepolisain agar mencegah berbagai bentuk aksi beranasir agama, khusunya aksi reuni alumni 212,” tegasnya.
sumber
Novel menyatakan bahwa massa yang akan menghadiri acara tersebut diharapkan dapat membawa bendera tauhid.
Walaupun sukarela, diharapkan warga dapat mengibarkan sejuta bendera dengan sukses.
“Kami akan mengimbau kepada masyarakat secara rela membuat bendera sebanyak-banyaknya,” katanya lagi.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan mengibarkan bendera dengan kalimat tauhid itu dalam ukuran raksasa.
“Bendera raksasa kalimat tauhid juga kami kibarkan dan kami akan juga membuat rentetan bendera terpanjang,” terang Novel.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Asiantoro menyatakan, bahwa Pemprov DKI tidak masalah penyelenggaraan akan di Monas.
Namun jika pada waktu tersebut tidak ada jadwal kegiatan.
“Kemarin sudah rapat tim. Monas prinsipnya kalau tanggal kosong (acara), bisa digunakan,” kata Asiantoro saat dikonfirmasi, Senin (26/11).
Akan tetapi, tak semua kalangan setuju dengan gerakan tersebut dan menolak keras aksi yang awalnya bertujuan untuk memenjarakan Ahok yang dianggap penista Islam itu.
Sejumlah penolakan dari masyarakat pun bermunculan. Alasannya, kegiatan itu sudah menjadi alat untuk kepentingan politik tertentu.
Seperti Gerakan Jaga Indonesia yang keras menyatakan penolakan atas aksi reuni alumni 212 itu.
Demikian disampaikan, Ketau Umum Gerakan Jaga Indonesia Budi Djorot di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (26/11/2018).
Menurut Djorot, penolakan itu akan dimulai dengan pemasangan 1000 spanduk di Jakarta.
“Kita sudah mulai pasang spanduk penolakan itu,” bebernya.
Sayangnya, lanjut dia, ada pihak-pihak tertentu yang tak menghendaki pihaknya memasang spanduk penolakan tersebut.
“Ada yang ilang. Kadang ada yang nyabut. Makanya kita lapor ke polisi prihal pencabutan (spanduk penolakan),” jelas Djarot.
Selain sarat dengan muatan politik, kata Djarot, agenda aksi 212 juga ditengarai ditunggangi ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ormas yang bertentangan dengan NKRI dan Pancasila itu, disebutnya masih berusaha terus mendakwahkan ideologi khilafah.
“Ini gerakan ideologi khilafah yang masif. Ribuan peserta aksi dari berbagai penjuru telah masuk ke Jakarta,” katanya.
Djarot juga menyebut, massa aksi juga telah terang-terangan melakukan parade pengibaran bendera tauhid.
Karena itu, lanjut Djarot, pihaknya mendesak kepolisian agar besikap tegas menggagalkan aksi Reuni 212 tersebut.
“Hari ini kita datangi polda untuk mendesak kepolisain agar mencegah berbagai bentuk aksi beranasir agama, khusunya aksi reuni alumni 212,” tegasnya.
sumber