Ketua DPP PDIP yang juga mantan Wagub DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menyampaikan kabar mengejutkan bahwa mantan Gubernur DKI, Ahok, memastikan bakal menjadi kader PDIP jika nanti terjun ke dunia politik. Kabar itu dilontarkan setelah Djarot mengaku bertemu dengan Ahok.
Kabar Ahok bakal menjadi kader PDIP tampaknya memancing reaksi negatif dari tokoh FPI yang juga Jubir Persaudaraan Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin.
Bamukmin mengingatkan agar Ahok tidak mencampuri urusan umat Islam kalau kembali terjun ke dunia politik. Meski demikian, ia mengaku setuju kalau Ahok kembali aktif ke dalam dunia politik selepas dirinya bebas dari penjara. Bahkan, ia siap mensyahadatkan Ahok untuk membantu jalan politik Ahok.
Meskipun demikian, Bamukmin tetap mewanti-wanti Ahok untuk tidak mengulang perbuatan yang sama saat berpidato di Kepulauan Seribu ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang menyebut Surat Al Maidah ayat 51 hingga berujung demo berjilid-jilid dan membawanya ke pengadilan.
"Namun, kalau Ahok membuat gaduh lagi apalagi sampai menghina Islam, maka saya akan kejar sampai ke lobang semut sekalipun," tegas Bamukmin seperti dikutip suara.com (27 November 2018).
Waduh, kok sampai main ancam begitu? Soal pilihan politik, itu menjadi hak personal Ahok sebagai seorang warga negara. Punya hak apa FPI mengurusi soal privacy Ahok terkait dengan sikap politiknya?
Kalau Bamukmin mengaitkannya dengan soal Al-Maidah 51 yang pernah disampaikan Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu saat menjadi Gubernur DKI sehingga dinyatakan bersalah telah melakukan penistaan agama, hal itu sudah ditebus dengan hukuman 2 tahun penjara.
Demikian juga soal pindah agama. Hal itu juga menjadi hak personal Ahok karena terkait dengan masalah keyakinan pribadi yang tidak bisa dicampuri oleh siapa pun, apalagi oleh seorang Novel Bamukmin.
Dalam konteks ini, tampaknya Ahok menjadi sosok yang "istimewa" bagi FPI. Aksi 212 yang seharusnya sudah tamat dengan dipenjaranya Ahok pun tampaknya hendak dikapitalisasi menjadi sebuah "gerakan politik" menjelang perhelatan Pilpres 2019.
Nama Ahok seolah-olah dijadikan sebagai simbol penistaan agama yang akan terus dikenang sebagai alat "perlawanan politik" terhadap mereka, termasuk parpol, yang mendukung Ahok di Pilkada 2017 DKI.
sumber